Awan Cumulunimbus
sudah menggumpal di langit. Pertanda hujan akan turun. Cepat-cepat aku berlari
menuju halte bus. Benar saja dugaanku, tetesan hujan mulai membasahi aspal
jalan. Kulirik jam di tangan.
Tepat pukul 06.30.
“Mati aku. Bisa
telat masuk sekolah, nih. Mana sekarang ada ulangan. Nyesel aku nggak ikut Abang
tadi,” gerutuku.
5 menit berlalu,
bus belum datang juga. Angkot pun tidak terlihat. Sial sekali pagi ini.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depanku. Aku mengenalinya. Aji, siswa IX-E.
Aku juga mengenali sosok yang duduk di sampingnya.
Secara perlahan
kaca mobil belakang turun, dan mulai memperlihatkan sosok yang ada di dalam
mobil. Benar saja tebakanku. Ternyata itu Nanda. Sahabat karibku. Dulu. Ya,
sahabatku yang dulu selalu bersama
denganku.
“Pagi, Indah. Kamu
ikut kita aja. Hujan begini, bus akan lama sampai. Nanti kamu telat masuk sekolah
lagi,” ajak Aji.
Nanda hanya diam
tanpa melirikku sedikitpun.
“Makasih tawarannya.
Tapi lebih baik aku menunggu disini saja,” jawabku.
“Tapi, kamu bisa telat
masuk sekolah. Iya kan, Nan?” tanyanya pada Nanda. Tapi dia malah diam seribu
bahasa.
“Aku sangat
berterima kasih. Tapi aku sudah terlanjur janji sama orang,”.
“Ya udahlah, Ji.
Dia bilang kan nggak mau. Jadi jangan dipaksa. Lagipula kalau dia ikut cuma
ganggu kita saja,” ujar Nanda tanpa melihatku.
“Benar, Ji,” jawabku
dengan senyum yang terpaksa.
Untuk yang ketiga
kalinya Aji menawariku. Tapi aku tetap menolaknya. Iapun melesat dengan mobil
yang dikendarai oleh supirnya. Sebenarnya, bukannya aku tak ingin menerima
tawarannya itu, tapi aku hanya ingin melihat reaksi Nanda saat aku menolak
tawaran Aji. Dan hasilnya sangat mengecewakan. Dia sama sekali tidak
mempedulikanku. Sahabatku yang dulu kini telah berubah. Sosok Nanda yang tak
pernah kukenal sebelumnya.
Post a Comment
Thanks for coming. I am glad you have reading this so far.
♥, acipa